Materi
Jurnalistik
1.
Pengetahuan
Tentang Pers Dan Jurnalistik
Secara bahasa, Pers berarti media. Berasal dari bahasa Inggris
press yaitu cetak. Apakah media itu berarti hanya media cetak? Tentunya tidak.
Pada awal kemunculannya media memang terbatas hanya pada media cetak. Seiring
percepatan tekhnologi dan informasi, ragam media ini kemudian meluas. Muncul
media elektronik: Audio, audio visual (pandang-dengar) sampai internet. Jadi
pers adalah sarana atau wadah untuk menyiarkan produk-produk jurnalistik.
Sedang jurnalistik merupakan suatu aktifitas dalam menghasilkan
berita maupun opini. Mulai dari perencanaan, peliputan dan penulisan yang
hasilnya disiarkan pada public atau khalayak pembaca melalui media/pers. Dengan
kata lain jurnalistik merupakan proses aktif untuk melahirkan berita.
Hasil dari proses jurnalistik yang kemudian menjadi teks yang
dimuat di media, berupa berita maupun
opini.
2.
Fungsi
Pers
1.
Menyiarkan
informasi; hal inimerupakan fungsi yang pertama dan utama karena khalayak
pembaca memerlukan informasi mengenai berbagai hal di bumu ini.
2.
Mendidik (to
educate); artinya sebagai sarana pendidikan massa (mass education). Adapun isi
dari media atau hal yang dimuat dalam media mengandung unsur pengetahuan
khalayak pembaca pengetahuannya.
3.
Menghibur (to
entertaint), khalayak pembaca selain membutuhkan informasi juga membutuhkan
hiburan. Ini juga menyangkut minat insani.
4.
Mempengaruhi
(control social); tidak dapat dipungkiri dalam kehidupan ini ada
kejanggalan-kejanggalan, baik langsung ataupun tidak langsung, berdampak pada
kehidupan social. Pada fungsi ini media dimungkinkan menjadi control social,
yang karena isi dari media sendiri bersifat mempengaruhi.
3.
Teori
Pers
Fred S. Slebert, Thedorre Peterson dan Wilbur Schamm menyatakan
bahwa pers di dunia saat ini dapat dikatagorikan menjadi: Authorian Pers, social Responbility
Pers dan Soviet Communist Pers.
Adapun teori Soviet Communist Pers hanyalah perkembangan dari teori
authoritarian Pers. Pada teori itu fungsi pers sebagai media informasi kepada
rakyat oleh pihak penguasa mengenai apa yang mereka inginkan dan apa yang harus
didukung rakyat.
Sedangkan teori Sosial Rseponbility merupakan perkembangan dari
teori Lebertarian Pers. Dan teori ini adalah kebalikan dari teori autoritarian
pers, dimana pers bebas dari pengaruh pemerintah dan bertindak sebagai Fouth
State. Pada teori ini pers menempatkan posisinya sebagai tanggung jawab social.
BERITA
1.
Pengertian
Berita
Secara sederhana berita merupakan laporan seorang wartawan/jurnalis
mengenai fakta. Karena ada banyak fakta dalam kehidupan atau realitas social
lantas apakah fakta/realitas merupakan berita? Tidak? Fakta itu akan menjadi
berita setelah dilaporkan oleh seorang wartawan. Karena itu berita merupakan
konstruksi dari sebuah fakta.
Lantas seperti apa fakta yang semestinya dilaporkan wartawan lalu
menjadi berita? Secara teoritis ada banyak sekali ukuran, namun secara umum
ukuran itu dibagi dua, yakni penting dan menarik. Kemudian, seberapa penting
dan menarikkah suatu peristiwa itu layak dijadikan berita? Maka untuk
mempertimbangkan hal tersebut dibutuhkan nilai-nilai sebagai pertimbangan untuk
menentukan suatu peristiwa itu layak dijadikan berita. Dalam jurnalistik
nilai-nilai tersebut disebut dengan News Value (nilai berita).
2.
Objek
Berita
Karena berita adalah laporan fakta yang ditulis oleh seorang
jurnalis, maka objek beritanya adalah fakta. Dan fakta dalam jurnalsitik
dikenal dalam beberapa kriteria, yaitu:
1.
Peristiwa,
adalah suatu kejadian yang baru terjadi, artinya kejadian itu hanya sekali
terjadi.
2.
Kasus, adalah
merupakan kejadian yang tidak selesai setelah peristiwa terjadi. Maksudnya
kejadian tersebut meninggalkan kejadian selanjutnya, peristiwa melahirkan
peristiwa berikatnya. Maka kejadian demi kejadian tersebut disebut dengan
kasus.
3.
Fenomena,
adalah merupakan suatu kasus yang ternyata tidak terjadi hanya pada batas
teritorial tertentu, artinya kasus tersebut sudah mewabah, terjadi dimana-mana.
3.
Nilai-nilai
Berita (News Value)
Secara umum nilai berita ditentukan oleh 10 komponen. Semakin
banyak komponen tersebut dalam berita maka semakin besar nilai khalayak pembaca
terhadap berita tersebut, secara lebih rinci dapat diringkaskan sebagai
berikut:
1.
Kedekatan
(Proximity), peristiwa yang memiliki kedekatan dengan khalayak, baik secara
geografis maupun psikis.
2.
Bencana
(Emergency), tiap manusia membutuhkan rasa aman. Dan setiap rasa aman akan
menggugah perhatian setiap orang.
3.
Konflik
(Conflict), ancaman terhadap rasa aman yang ditimbulkan manusia. Konflik antar
individu, kelompok maupun Negara tetap akan mengugah perhatian setiap orang.
4.
Kemashuran
(Prominence), biasanya rasa ingin tahu terhadap seseorang yang menjadi Public
figure cukup besar.
5.
Dampak
(Impact), peristiwa yang memiliki dampak langsung dalam kehidupan
khalayak/masyarakat.
6.
Unik, manusia
cenderung ingin tahu tentang segala hal yang unik, aneh dan lucu. Hal-hal yang
belum pernah atau tak bias ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan menarik
perhatian.
7.
Baru (Actual),
suatu peristiwa yang baru terjadi akan memancing minat orang untuk mengetaui.
8.
Kontroversial,
suatu peristiwa yang bersifat controversial akan menarik untuk diketahui karena
mengandung kejanggalan.
9.
Human Interest,
derita cenderung dijahui manusia, dan derita sesame cenderung menarik minat
untuk mengetahui. Karena manusia menyukai suguhan informasi yang mengesek sisi
kemanusiaan.
10. Ketegangan (Suspense), sesuatu yang membuat manusia ingin
mengetahui apa yang terjadi cenderung menarik minat, karena orang ingin tahu
akhir dari peristiwa.
Namun sering kali ditemui dalam
beberapa media yang melaporkan peristiwa yang sama. Ini karena perbedaan sudut
pandang (angel) yang diambil wartawan dalam menulis berita.
4.
Unsur
Berita
Diketahui bahwa berita merupakan hasil rekonstruksi dari fakta
(peristiwa) oleh wartawan, maka doperlukan perangkat untuk merekonstruksi
peristiwa tersebut. Berangkat dari pemikiran bahwa pada umumnya manusia
membutuhkan jawaban atas rasa ingin tahunya dalam enam hal. Maka dari itu
materi berita digali melalui enam pokok unsure tersebut; meliputi apa (what),
siapa (who), dimana (where), kapan (when), mengapa (why), bagaimana (how).
Kemudian dikenal sebagai 5W+1H.
5.
Sifat
Berita
Mengarahkan (Directive), karena berita ini dapat mempengaruhi
khalayak, baik disengaja atau tidak. Maka berita ini sifatnya mengarahkan Menbangkitkan
Perasaan (effectife), melalui berita ini dapat membangkitkan perasaan public Memberi
Informasi (Informatife), berita in harus memberi informasi tentang keadaan yang
terjadi sehingga memberi gambaran jelas dan menjadi pengetahuan public.
6.
Kaidah-kaidah
Penulisan Berita
Dalam penulisan berita, dalam hal ini menkonstruk peristiwa (fakta)
tidaklah semena-mena. Penulisan berita didasarkan pada kaidah-kaidah
jurnalistik. Kaidah-kaidah tersebut biasa dikenal dengan konsep ABC (Accuracy,
Balance, Clarity).
Accuracy (akurasi)
Disebut sebagai pondasi segala macam penulisan bentuk jurnalistik.
Apabila penulis ceroboh dalam hal ini, artinya sama dengan melakukan pembodohan
dan membohongi khalayak pembaca. Untuk menjaga akurasi dalam penulisan berita,
bila perlu perhatikan beberapa hal berikut:
1.
Dapatkan berita
yang benar
2.
Lakukan re-cek
terhadap data yang diperoleh
3.
Jangan mudah
berspekulasi denga isu atau desas-desus
4.
Pastikan semua
informasi dan data yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan kewenangan dan
keabsahannya.
Balance
(Keseimbangan)
Ini juga
menjadi kaidah dalam penulisan berita. Sering terjadi sebuah karya jurnalistik
terkesan berat sebelah dengan menguntungkan satu pihak tertentu sekaligus
merugikan pihak lain. Keseimbangan dimungkinkan dengan mengakomodir kedua
golongan (misalnya dalam penulisan berita tentang konflik). Hal demikian dalam
jurnalistik disebut dengan “Both Side Covered”.
Clarity (Kejelasan)
Factor
kejelasan bisa diukur apakah khalayak mengerti isi dan maksud berita yang
disampaikan, bukan jelas dalam konteks teknis, namun lebih condong pada factor
topic, alur pemikiran, kejelasan kalimat, kemudian pemahaman bahasa dan
pernyaratan penulisan lainnya.
Struktur/Susunan
Penulisan Berita
Dalam berita
terdapat struktur atau susunan berita juga memiliki bagian-bagian. Maka sebelum
mengenal struktur penulisan berita terlebih dulu kita mengenal bagian-bagian
berita. Dimana bagian-bagian tersebut dari Kepala Berita atau Judul (Head
News). Topi Berita, menunjukan lokasi peristiwa dan identitas media (misalnya,
Surabay SP) biasanya digunakan dalam penulisan Straight News, intro diletakkan
setelah judul berfungsi sebagai penjelas judul dan gambaran umum isi berita.
Tubuh berita (news body), bisa dikatakan sebagai isi berita.
Adapun struktur penulisan berita sebagai berikut:
1.
Piramida
Terbalik: artinya pokok atau inti berita diletakkan di awal-awal paragraph (1-2
paragraf) dan bukan berarti paragraph selanjtnya tidak penting. Cumin bukan
merupakan inti berita. Biasanya ini digunakan dalam penulisan staright news.
2.
Balok tegak:
artinya pokok atau inti berita tidak hanya diletakkan di awal paragraph.
Terdapat di awal, tengah dan akhir paragraph. Biasanya ini digunakan dalam
penulisan depth news (Indepth reporting ataupun investigasi reporting).
Metode
Penggalian Data
Dalam membuat
berita, data menempati posisi penting, karena melalui datalah peristiwa (fakta)
dapat dilaporkan. Data merupakan “mind” (rekaman) dari suatu peristiwa. Dan
penulis (jurnalis) menyajikan knstruksi dari peristiwa/fakta tersebut yang
disusun dari berbagai data. Ada beberapa
cara untuk penggalian data tersebut. Pertama, melalui pengamatan langsung
penulis (observasi) untuk mendapatkan data tentang kejadian. Kedua, melakukan
wawancara terhadap seseorang yang terlibat langsung (sekunder) dalam suatu
kejadian. Wawancara juga dimaksudklan untuk melakukan Cross Chek demi akurasi
data yang diperoleh melalui pengamatan (observasi). Ketiga, selain dua
perangkat tersebut data juga bisa diperoleh melalui data literary terhadap
dokumen-dokumen dengan suatu fakta kejadian ataupun fenomena (jika
dimungkinkan) data demikian dianggap penting.
Obeservasi
Ini dilakukan
pada tahap awal pencarian data tentang sesuatu. Dalam pengamatan sangat
mengandalkan kepekaan inderawi (lihat, dengar, cium, sentuh) dalam mengamati
realitas. Namun dalam pengamatan tersebut seorang observator tidak boleh
melakukan penilain terhadap realitas yang diamati.
Kegiatan
observasi terkait dengan pekerjaan memahami realitas detail-detail kejadian
yang berlangsung. Untuk itu diperlukan upaya memfokuskan pengamatan pada
obyek-obyek yang tengah diamati.
Observasi
memerlukan daya amatan yang kritis, luas. Namun tetap tajam dalam mempelajari
rincian obyek yang ada dihadapannya. Untuk mendapatkan pengamatan yang
obyektif si pengamat harus bisa
mengontrol emosional dan mampu menjaga jarak dengan segala rincian obyek yang
diamati.
Dalam
penggalian data melalui observasi ini sifatnya langsung dan orsinil. Langsung
artinya dalam pengamatannya tidak berdasarkan teori, pikiran dan pendapat. Ia
menemukan langsung apa yang hendak dicarinya. Orsinil artinya hasil amatannya
merupakan hasil serapan indranya bukan yang dilaporkan orang lain. Dan untuk
selanjutnya akan dibahas secara lengkap mengenai jenis pengamatan, mulai
pengamatan I, II, III dan IV.
Pengamatan I
Tahap ini
merupakan langkap untuk memfokuskan kesadaran dan kepekaan penginderaan pada
suatu obyek yang telah ditentukan agar mampu untuk mendeskripsikannya. Hal ini
dimaksudkan untuk membedah kesadaran antara obyektifitas dan subjektifitas,
antara fakta dan imajinasi sebagai bagian dari news. Dari sini diusahakan untuk
mampu mendeskripsikan keberadaan benda mati ke dalam bentuk sebuah tulisan.
Maksimalisasi
panca indera sangat ditonjolkan untuk memfokuskan kesadaran dan kepekaan
penginderaan secara deskriptif. Dalam pendeskripsian ini harus mengoptimalkan kemampuan indera
dalam meggambarkan sebuah benda tanpa menyebutkan sifat objek. Sebab jika
mengungkapkan sifat pada sebuah objek, maka deskripsi akan bersifat subjektif.
Karena itu
diperlukan batasan antara objektifitas dan subjektifitas. Objektifitas dapat
berpatokan pada: posisi letak, ukuran, warna, bahan, kedudukan, akurasi,
identitas, dan non justification. Sedangkan subjektifitas dalam pendeskripsian
dapat di lihat dari: keadaan, agak/ kemiripan, imajinasi pendapat pribadi, gaya
bahasa banyak mengulas mengulas, mengungkapkan sifat, fungsi/ normative dan
suasana.
Keduanya dapat dijadikan pisau dalam menganalisa suatu
objek. Selanjutnya dari hasil deskripsi, seorang yang membacanya dapat
menyimpulkan sendiri berdasarkan data.
Pengamatan II
Dalam tahap ini
deskripsi objek lebih di tingkatkan lagi pada benda bergerak/ hidup. Dengan
prinsip yang tidak jauh berbeda dengan pengamatan I. kemampuan indera lebih
dipertajam untuk memperoleh deskripsi yang maksimal. Pembatasan wilayah
objektifitas dan subjektifitas tetap ditekankan, namun disini lebih di
kembangkan untuk penentuan fokus pengamatan pada objek.
Dengan demikian
selanjutnya akan lebih mengarahkan deskripsi pada focus benda (supaya tidak
meluas). Pengungkapan kondisi dan suasana lingkungan dapat dimasukkan dalam
pengamatan ini yang berusaha untuk memberikan deskripsi secara utuh (holistic)
Pengamatan III
tahap ini akan
mengamati sebuah gambar atau foto dari sebuah peristiwa. Praktisnya adalah
berusaha untuk membangun analisis dan deskripsi objektif dari sebuah gambar
atau foto yang dianggap sebagai dunia nyata sekaligus pengamat diposisikan
seolah-olah berada dalam keadaan tersebut.
Dalam
penagmatan ini diupayakan untuk memfokuskan kesadaran dan kepekaan penginderaan
pada peristiwa dunia dalam gambar tersebut. Aktualisasi analisis dapat
dilakukan dengan mengajukan dan menuliskan pernyataan sebanyak-banyaknya
tentang peristiwa yang diamati. Selanjutnya dapat diminta untuk mengajukan dan
menuliskan kemungkinan jawaban atas setiap pertanyaannya.
Focus kesadaran
penginderaan benar-benar harus dicurahkan untuk mendapatkan deskripsi yang
detail dan akurat. Hasil pengamtan ini dapat dijadikan tolak ukur sehingga
kekuatan dan kemampuan seseorang jurnalis dalam menganalisa memecahkan
persoalan sekaligus kemudian menuangkannya dalan tulisan. Untuk mempertajam analisa
dapat ditambah dengan perinsip 5 W + 1 H.
Pengamatan IV
Pengamatan ini
akan memfokuskan kesadaran dan kepekaan indera pada sebuah peristiwa nyata
untuk kemudian dideskripsikan. Di sini para calon jurnalis dapat menggali data
dengan alat bantu wawancara maupun cara lain yang berkaitan dengan perristiwa
tersebut. Hanya saja titik tekan lebih pada proses pengamatan (indera). Yang
kemudian prinsip 5 W + 1 H dalam tahap ini dapat di aplikasikan secara langsung
dan menyeluruh.
Dalam tahap ini
sebanarnya dinding pemisah antara subjektifitas dan objektifitas sangat tipis.
Apa yang di anggap objektifitas oleh seseorang bisa dianggap subjektifitas oleh
orang lain, begitu pula sebaliknya. Misalnya kita analogikan dengan sebuah
pernyataan “agama itu baik bagi manusia” atau “agama itu tidak baik bagi
manusia”. Sehingga kemungkinan orang akan mengatakan pernyataan pertama benar
dan objektif dengan alasan misalnya banyak orang telah membuktikan kebaikan
agama. Tetapi dengan alasan dan bukti berbeda, orang lain akan membenarkan
pernyataan kedua.
Begitu pula
dalam subuah peristiwa, bahwa objektifitas dan subjektifitas pendapat orang
akan bersifat relative, tergantung pada siapa yang mengatakan dan dalam kondisi
bagaimana. Subjektifitas akan dikatakan objektif apabila dikautkan dengan
pendapat seseorang, dalam arti bukan pendapat penulis/jurnalis.
Wawancara
Wawancara
merupakan aktifitas yang dilakukan dalam jurnalistik untuk memperoleh data.
Dalam menggali data tidak mungkin bag seorang jurnalis untuk menulis berita.
Hanya
mengandalkan hasil observasi, tanpa melakukan wawancara. Karena dengan
wawancara bisa memperoleh kelengkapan data tentang peristiwa atau fenomena.
Juga dengan wawancara seorang jurnalis melakukan cross chek atau recheck dari
data yang diperoleh sebelumnya demi akurasi data.
Perlu
diperhatikan bahwa wawancara bukanlah proses Tanya jawab “saya bertanya-anda
menjawab” wawancara lebih luas dari proses tanya jawab. Pewawancara dan yang
diwawancarai berbagi pekerjaan “membagun ingatan” tujuan umumnya merekonstruksi
kejadian yang entah baru terjadi atau lampau. Dalam aktifitas ini (wawancara)
pewawancara dan yang diwawancarai akan membangun kembali ingatan-ingatan
tersebut.
Tekhnik
Wawancara
1.
Menguasai
permasalahan
Ini penting untuk menghindari Miss Understanding antara pewawancara
dan yang diwawancarai.
Ajukan
pertanyaan yang lebih spesifik. Pertanyaan yang lebih spesifik akan lebih
membantu dan mempermudah dalam mengarahkan Topic pembicaraan Jangan menggurui, Karena
wawancara bukan proses tanya jawab, tetapi aktifitas membangun ingatan terhadap
peristiwa yang baru terjadi atau telah lampau.
2.
Study
Literary
Suatu data
tidak hanya di peroleh melalui pengamatan dan wawancara tetapi bisa juga
memanfaatkan (melacak) data-data yang terdokumentasikan. Pencarian data-data
yang terdokumentasikan juga sangat dipertimbangkan keabsahannya (valid) dan
dapat dipertanggung jawabkan, misalnya Keppres, Tap MPR, Undang-undang. Tidak
mungkin di dapatkan melalui didapatkan melalui pengamatan ataupun wawancara.
Kebutuhan data yang seperti itulah sangat memungkinkan dan merupakan keharusan
untuk pencarian data yang terdokumentasikan. Dan biasanya data-data yang
seperti itu validitasnya dapat dipertanggungjawabkan.
Karena tingkat
validitas data itu harus dipertanggungjawabkan maka dalam pencarian dan
seseorang jurnalis harus hati-hati memanfaatkan dokomentasi yang sudah ada
pemanfaatan data yang terdokumentasikan tidak terbatas pada Keppres, Tap MPR,
Undang-undang, hasil dari penelitian, berita di media, arsip, buku, juga bisa
dijadikan sebagai dokumen, tetapi juga harus mempertimbangkan validitas dari
data-data tersebut.
Koran atau
majalah
Koran atau
majalah menyediakan informasi cukup memadai untuk kebutuhan riset dokumen.
Informasi surat kabar cukup layak dijadikan sumber data otentik (terlepas bila
mengandung kesalahan informasi), riset dokumen yang dilakukan mempelajari
terhadap berbagai pemberitaan dari reportase yang obyektif, teks berita foto
(caption), dan tulisan opini.
Teknik penelusuran data melalui Koran atau majalah ialah :
1.
Melalui system
kartu indeks perpustakaan
2.
Melalui system
kartu indeks yang diterbitkan oleh sindikasi
Buku
Pencarian data
melalui buku terkait dengan kredibilitas penulisnya, penerbitnya, dan
tahun-tahun revisi penerbitannya. Juga memeriksa keterangan data-data statistic
yang dikutip, apakah dari abstraksi data yang terbaru buku layak dijadikan
sumber data karena buku biasanya memuat bahasan-bahasan yang mendalam dan
cakupan pemahaman yang luas.
Beberapa referensi buku yang bisa dimanfaatkan:
1.
Kamus
2.
Ensiklopedi
3.
Biografi
4.
Tesis/disertasi
5.
Jurnal
6.
Internet
BENTUK
PENULISAN BERITA
1.
STRAIGHT
NEWS
Straight news atau sering juga disebut berita langsung
merupakan bentuk penulisan berita yang paling sederhana, hanya dengan
menyajikan unsure 4W (what, who, when, where) maka tulisan tersebut bisa
langsung menjadi berita. Namun bukan berarti straight news menafikan unsure why
dan how. Karena itu bentuk penyajiannya pun juga diatur sedemikian rupa,
sehingga khalayak pembaca bisa mengetahui pesan utama yang terkandung dalam
berita itu tanpa perlu membaca seluruh isi berita. Pola penulisan straight news
sering dipakai oleh media-media massa yang punya masa edar harian. Selanjutnya
untuk media-media massa yang terbit berkala banyak memakai pola penulisan
feature, depth news (indepht reporting maupun investigative reporting).
Permasalahnnya sekarang fakta yang bagaimana yang biasanya ditulis
dengan bentuk straight news. Tidak semua fakta bisa ditulis dengan bentuk
straight news. karena straight news sangat terikat dengan unsure kebaruan
(aktualita). Maka suatu fakta itu ditulis dengan bentuk straight news;
1.
Informasi/berita
tentang peristiwa dan buku fenomena ataupun kasus. Akhirnya kejadian yang hanya
sekali itu saja terjadi. Bukan kejadian yang terjadi secara berlanjutan.
Misalnya kecelakaan lalu lintas, kejahatan, pergantian pejabat, dsb.
2.
Informasi atau
berita itu penting untuk segera diketahui khalayak
3.
Baru (actual)
2.
DEPTH
NEWS
tulisan ini
lazim disebut “laporan mendalam, di gunakan untuk menuliskan permasalahan (yang
penting dan menarik) secara lebih lengkap, bersifat mendalam dan analitis,
dimensinya lebih luas, yang di jadikan berita biasanya suatu kasus maupun
fenomena. Laporan ini ditulis berdasarkan hasil liputan terencana, dan
membutuhkan waktu panjang. Karena merupakan hasil liputan terencana, maka
diperlukan persiapan yang matang, sehingga dalam penuilsan in-Depth reporting
ini membutuhkan out line sebagai
kerangka acuan dalam penggalian data sampai analisa data.
Dalam Depth
news materi penulisan berita penekanannya pada unsur How (bagaimana) dan why
(mengapa). Mencari dan memaparkan jawaban How dan Way secara lebih rinci dan
banyak dimensi
3.
Karakteristik
Depth News
Srukturnya
balok tegak Deskripsinya analitis, banyak mengungkapkan fakta-fakta penting dan
pendukung untuk kejelasan berita lenggang cerita mengikat (berkesinambungan)
antara paragraph sebelum dan sesudahnya Lebih mendalam dalam menguraikan fakta.
4.
Pembuatan
Perencanaa Liputan (Outline)
Karena
pemberitaan dalam model depth news lebih menekankan pada unsure why dan how,
maka dibutuhkan kedalaman dalam mengurai realitas. Supaya dalam penguraian
realitas tidak terjadi pembiasan/pelebaran, dalam artian tetap focus dalam
meguarai suatu realitas, maka amat dibutuhkan kerangka (Outline) sebagai acuan
dalam mengurai realitas tersebut, mulai dari pengumpulan/pengalian data sampai
penganalisaan data, sebelum dijadikan tulisan.
Adapun dalam
pembuatan Outline, kita tidak kosong terhadap realitas (kasus atau fenomena)
yang akan diurai. Penegtahuan awal tentang fenomena yang akan diurai akan
sangat membantu dalam pembacaan fenomena tersebut. Karena tidak mungkin seluruh
uraian fenomena yang disajikan dalam tulisan, maka dalam outlinnya ditentukan sisi mana (angle) yang akan diurai
dan disajikan secara mendalam.
Sedangkan
enggle di maksudkan sebagai penentu batasan-batasan fenomena yang akan diurai
sehingga dalam mengurai dan menganalisa sebuah fenomena tetap terfokus pada
batasan yang telah di rencanakan dan tidak melebar kemana-mana yang hanya akan
menjadikan pembiasan dalam penguraian dan penganalisaan.
Sebagai
kerangka acuan dalam liputan mendalam Out Line juga memuat perencanaan
(ketentuan) data-data yang akan diacri. Dan untuk data yang di rencanakan
melalui wawancara, ditentukan pula poin-poin pertanyaan (drafting) secara garis
besarnya.
5.
FEATURES
Penulisan ini
lazim di sebut berita kisah (narasi) atau cerita pendek non fiksi. Dikatakan
non fiksi karena tetap berdasarkan pula fakta. Features juga sering disebut
berita ringan (soft news) karena gaya penulisannya yang indah memikat, naratif,
proasis, imajinatif dan bahasanya lugas.
Biasanya
featuers ini mengggunakan suatu peristiwa (realitas social) yang biasanya tidak
terlalu menjadi perhatian public dan isinya lebih menekankan pada sisi human
interest (menarik minat dan perasaan khalayak pembaca) model features dalam
penulisan berita tidak terikat aktualitas.
Namun dalam
menulis features dibutuhkan kepekaan dan ketajaman menangkap fenomena dalam
realitas social melalui pengamatan dan wawancara yang mendalam, serta riset
dokumentasi yang cermat.
Ragam Features
1.
Historikal
Features
Menceritakan kejadian-kejadian yang menonjol pada waktu yang telah
lewat, tetapi mesih mempunyai nilai human interest.
2.
Profile
Feature
Mengemukakan pengalaman pribadi seseorang atau kelompok. Khalayak
pembaca bisa mengetahui sepak terjang tokoh tersebut, motivasinya, wawasannya,
kerangka berfikirnya. Dan dikemas seolah-olah ‘kisah pengakuan diri’ dari orang
yang bersangkutan.
3.
Adventures
Features
Menyajikan kejadian unik dan menarik yang dialami seseorang atau
kelompok dalam perjalanan kesuatu daerah tertentu, baik tentang alam maupun
masyarakat.
4.
Trend
features
Mengungkapkan kisah tentang kehidupan sekelompok anak manusia
ataupun perubahan gaya hidupnya dalam proses transformasi social.
5.
Seasonal
Features
Mengisahkan aspek baru dari suatu peristiwa teragenda, seperti saat
lebaran, natal, peringatan hari lahir tokoh nasional dan sebagainya.
6.
How-to-do-it
Feature
Mengungkapkan bagaimana suatu perbuatan atau kegiatan dilakukan,
seperti tulisan tentang pemanfaatan daun sereh sebagai obat keluarga atau
bagaimana cara menghapuskan virus computer.
7.
Explanatori/Backgrounder
Feature
Mengisahkan suatu yang terjadi dibalik peristiwa atau penjelasan
mengapa hal itu terjadi, misalkan tentang pemogokan buruh, mengapa pemogokan
itu terjadi, sebab apa yang melatar belakangi pemogokan.
8.
Human
Interest Feature
Menceritakan tentang kisah hidup anak manusia yang menyentuh
perasaan, seperti seorang mahasiswa yang terus kuliah dengan mengandalkan hasil
kerngatnya sendiri. Penulisan ini ditekankan pada tingkah laku hidupnya bukan
personnya.
9.
Karakteristik
Features
Teras Berita (Lead) bebas
asal tetap menarik, Strukturnya bebas tapi tetap ringkas dan terus menarik Bagian
akhir tulisan dapat meningalkan pesan pada pembaca, artinya dapat membuat
pembaca tersenyum, tertawa, berdecap, bagian akhir yang demikian disebut Punch.
Lenggang cerita terkesan
santai Deskripsi bervariasi, mengungkapkan detil-detil yang menyentuh atau yang
membangkitkan emosi.
Pembuatan
Opini, Tajuk Rencana (Editorial), Artikel, Kolom (Essai) dan resensi
Pembuatan
antara opini, tajuk rencana, artikel, kolom dan resensi mempunyai spesifikasi
masing-masing yang sangat berbeda. Antara satu tema rubrik tajuk opini pasti
akan berbeda dengan rubric opini, begitupun yang lainnya. Sehingga dibawah ini
akan dipaparkan spesifikasi masing-masing.
a. Opini
Bila berita
sebagai hasil konstuksi dari peristiwa (fakta) dan dituntut obyektif dalam
penyajiannya, maka tidak demikian halnya dengan opini. Opini bukan merupakan
konstruksi peristiwa, tetapi lebih pada penilaian terhadap peristiwa (fakta),
jadi terdapat unsure-unsur subyektifitas penulis dalam penyajiannya.
Penulisannya tidak berdasarkan pada 5W+IH sebagaimana berita.
Langkaha awal
yang harus dilakukan sebelum mengumpulkan bahan dan menulis opini dalah
menentukan tema (problem yang akan diurai). Tema merupakan bentangan
benang-merah dalam benak penulis yang menggambarkan tujuan tulisan, merupakan
gagasan pokok. Tanpa tema tulisan opini tidak akan utuh dan menentu arahnya.
Ada beberapa bentuk penulisan opini dalam jurnalistik; artikel, kolom, esai,
resensi. Beberapa bentuk tulisan tersebut lazimnya merupakan ruang bagi
pembaca.
Selain
bentuk-bentuk tersebut masih ada penilisan lain yang disebut opini. Namun,
opini ini lebih merupakan pendapat media bersangkutan terhadap realitas yang
berkembang. Salah satunya adalah editorial/tajuk yang merupakan penilaian atau
analisa dari redaksi tentang situasi dan berbagai masalah. Juga ada pojok, ia
merupakan tulisan tanpa sentilan, sindiran terhadap realitas yang ditulis
dengan gaya satire, lucu, kocak. Dan karikatur juga merupakan penilaian redaksi
terhadap realitas, ia tidak jauh beda dengan pojok, namun diungkapakn melalui
gambar/kartun.
Syarat-syarat Opini
1.
Orsinil
2.
Faktual, Aktual
3.
Bersifat ilmiah
4.
Sistematis
5.
Mengandung
gagasan atau ide
6.
Menggunakan bahasa
yang baik dan benar (Sesuai dengan kaidah bahasa, baik Indonesia ataupun
serapan).
b. Tajuk Rencana (Editorial)
Suatu karya
tulis yang merupakan pandangan redaksi terhadap suatu fakta/realitas, karena
merupakan pandangan redaksi maka tajuk bersangkutan dengan penilaian redaksi.
Tajuk rencana memuat fakta dan opini yang disusun secara ringkas dan logis.
Yang perlu diperhatikan dalam membuat tajuk
1.
Judul yang
sifatnya meghimbau pembaca
2.
Kalimat untuk
lead (paragraf awal) tidak terlalu panjang
Tajuk rencana
yang baik mengandung keseimbangan antara hasil karya seorang ilmuan dan seorang
seniman. Denga jiwa ilmuan, dimaksudkan dalam menentukan dan menganalisa
problema bersifat logis, sangat mempertimbangakn temuan-temuan dalam mengurai
problem. Dengan semangat seniman, dimaksudkan lebih pada penyajian hasil
analisa dalam bentuk tulisan agar lebih enak dibaca.
c. Artikel
Merupakan karya
jurnalisik yang mempunyai karya ilmiah. Ada juga yang mengatakan artikel
merupakan karya ilmiah. Kenapa? Dalam artikel susunan penulisannya seperti
halnya karya ilmiah: ada batasan-batasan permasalahannya yang diungkapkan untuk
selanjutnya diurai dalam tulisan, juga dimungkinkan ada problem solfing. Bahasa
yang digunakan adalah bahasa-bahasa ilmiah-baku, namun tidak kaku. Jadi dalam
menulis artikel langkah utama adalah menentukan permasalahan yang akan diurai
(tema). Mensistematiskan supaya lebih mudah untuk ditarik benang merah. Ini
perlu diperhatikan dalam menulis artikel.
Tema dalam
bahasan artikel bisa berupa apa saja, dari teknologi sampai politik, dari
masalah yanglebih kecil sampai pada masalah yang paling besar.
d. Kolom / Essai
Sama halnya
dengan artikel, menulis kolom diperlukan menentukan permasalahan yang akan
diurai, juga sistematisasi permasalahan untuk ditarik benang merah. Ini
dimaksudkan untuk menjadikan lebih terarah. Dalam penulisannya, kolom tidak
ketat seperti artikel. Bahasa yang digunakan lebih lentur, mudah dipahami,
terkesan santai dalam memaparkan idenya.
Dalam essai
lebih longgar lagi dan tulisannya lebih pendek dari kolom. Biasanya karakter
penulis tercerminkan dalam tulisan essai kekhasan personal lebih ditonjolkan.
Sama halnya dengan kolom dalam memaparkan idenya terkesan santai, bahasanya
lentur,alur bahasa lebih lugas. Juga seperti halnya dalam penulisan opini yang
lain, ada permasalahan yang diuraikan.
e. Resensi
Resensi
merupakan bentuk tulisan dalam hal pengambaran/analisa terhadap sebuah teks.
Teks disini bisa berupa buku, film, teater, maupun lagu. Sebagian menyebut
resensi sama halnya dengan synopsis, pengambaran secara global tentang teks.
Tapi sebenarnya tidak sama, karena dalam resensi ada sedikit sentuhan analisa
penulis dan seorang resensor harus berlaku subyektif mungkin dalam
menggambarkan atau menganalisa teks.
PENULISAN BERITA
a.
Membuat Judul
Judul berita
memang bukan merupakan hal yang urgen dalam penulisan berita. Tapi bisa menjadi
hal yang vital. Sebelum membaca isi berita pembaca cenderung membaca judulnya
lebih awal. Ketika judul tidak menarik, pembaca akan enggan untuk membaca
isinya.
Maka usahakan
dalam membuat judul mudah dimengerti dengan sekali baca, juga menarik, sehingga
mendorong pembaca mengetahui lebih lanjut isi berita. Tapi judul yang menarik
belum tentu benar dalam kaidah penulisan judul. Pada dasarnya judul seharusnya
mencerminkan isi berita. Jadi disamping mencerminkan isi dan menarik. Judul
perlu kejelasan asosiatif setiap unsure subjek, objek dan keterangan.
Selain itu
dalam menuliskan judul juga bisa menggunakan kalimat langsung, artinya mengutip
langsung ungkapan dari narasumber. Biasanya suatu pernyataan itu mengarah
subjek yang melontarkan, untuk menjelaskan subjek (nama-nama narasumber atau
sebuah kegiatan maka digunakan kickers (pra judul). Atau jika tidak menggunakan kickers, penulisan judul dalam dua tanda
petik.
b. Pembuatan Lead
lead merupakan paragraph awal dalam tulisan berita yang berfungsi
sebagai kail sebelum masuk pada uraian dalam tulisan berita. Ada beberapa maca
lead yang bisa digunakan dalam menulis berita:
Lead ringkasan: Biasanya
dipakai dalam penulisan “Berita keras”. Yang ditulis inti beritanya saja,
sedangkan interesting reader diserahkan kepada pembaca, lead ini digunakan
karena adanya persoalan yang kuat dan menarik.
Lead bercerita: Ini digemari oleh penulis cerita
fiksi karena dapat mebarik dan membenamkan pembaca alur yang mengasikkan.
Tekhniknya adalah membiarkan pembaca menjadi tokoh utama dalam cerita.
Lead pertanyaan: Lead ini
efektif apabila berhasil menantang pengetahuan pemabaca dalam mengenal
permasalah yang diangkat.
Lead menuding langsung:
Biasanaya melibatkan langsung pembaca secara pribadi, rasa ingin tahu mereka
sebagai manusia diusik oleh penudingan lead oleh penulis.
Lead Penggoda: Mengelabui
pembaca dengan acara bergurau. Tujuan utamanya menggaet perhatian pembaca dan
menuntunnya supaya pembaca habis cerita yang ditawarkan.
Lead Nyetuk: Lead yang
menggunakan puisi, pantun, lagu atau yang lain. Tujuannya menarik pembaca agar
menuntaskan cerita yang kita atawrkan. Gays lead ini sangat has dan ekstrim
dalam bertingkah.
Lead Deskriptif:
Menciptakan gambaran dalam pikiran pembaca tentang seorang tokoh atau suatu
kejadian, Lead ini banyak digemari wartawan ketka menulis feature profil
pribadi.
Lead Kutipan: Lead yang
mengutip perkataan, statement, teori dari orang terkenal.
Lead Gabungan: Lead yang
menggabungkan dua atau lebih macam lead yang sudah ada. Semisal lead kutipan
digabung dengan lead deskriptif.
c. Pembuatan Ending
Untuk menutup ending atau
ending story, ada beberapa jenis:
1.
Penyegar:
penuto yang biasanya diahiri kata-kata yang mengagetkan pembaca dan seolah-olah
terlonjak
2.
Klimaks:
penutup ini ditemukan pada cerita yang ditulis secara kronologis.
3.
Tidak ada
penyelesaian: penulis mengahiri cerita dengan memberikan sebuah pertanyaan
pokok yang takterjawab. Jawaban diserahkan pada pembaca untuk membuat solusi
atau tanggapan tentang permasalahan
yanga ada.
d. Alur Penulisan
Kita sering
membaca sebuah tulisan, tapi setelah selesai kita tidak tahu apa yang dikatakan
dan yang dimaksud oleh tulisan tersebut. Dalam kasus ini, sebagai penulis ia
gagal msnyampaikan ide/pikiran pada pembaca. Ada dua kemungkinan kenapa pembaca
tidak memahami tulisan tersebut. Pertama bahasa yang digunakan penulis. Kedua,
alur tulisan yang tidak terarah. Jika yang terjadi adalah factor kedua maka
penulis telah melakukan kesalahan yang sangat fatal.
Ada beberapa hal yang dapat dijadikan acuan:
1.
Sebab- akibat
2.
Akibat- sebab
3.
Diskriptif-kronologis
BAHASA
JURNALISTIK
Bahasa
jurnalistik sewajarnya didasarkan atas terbatasnya ruang dan waktu. Salah satu
sifat dasar jurnalisme menghendaki kemampuan komunikasi capat dalam ruang dan
waktu yang relative terbatas. Dengan demikian diobutuhkan suatu bahasa
jurnalistik yang lebih efisien. Dengan efisien dimaksudkan lebih hemat dan
lebih jelas.
Asas hemat dan
jelas ini sangat penting buat seorang jurnalis dalam usaha kearah efisiensi dan
kejelasan dalam tulisan. Penghematan diarahkan kepada penghematan ruang dan
waktu. Ini bisa dilakukakn didua lapisan. (1) unsur kata, dan (2) unsur
kalimat.
a. Penghematan.
Unsur Kata
1.
beberapa kata
indinesia sebenarnya bisa dihemat tanpa mengorbankan tata bahasa dan jelasnya
arti. Misalnya
agar supaya
|
menjadi
|
agar, supaya
|
akan tetapi
|
tapi
|
|
apabila
|
bila
|
|
sehingga
|
hingga
|
|
meskipun
|
meski
|
|
walaupun
|
walau
|
|
tidak
|
tak
|
(kecuali diujung kalimat atau berdiri sendiri)
2.
kata daripada
atau dari pada juga bisa disingkat jadi dari misalnya:
“keadaan lebih baik dari pada zaman sebelum perang”, menjadi
“keadaan lebih baik dari sebelum perang”, tapi mungkin masih janggal
mengatakan:: “dari hidup berputi mata, lebih baik mati berputih tulang”.
3.
Beberapa kata
mempunyai sinonim yang lebih pendek. Misalnya:
Kemudian = lalu
Makin = kian
Terkejut = kaget
Sangat = amat
Demikian = begitu
Sekarang = kini
catatan:
Dua kata yang bersamaan arti belum tentu bersamaan efek, sebab
bahasa bukan hanya soal perasaan. Jadi dalam soal memilih sinonim pendek perlu
mempertimbangkan rasa bahasa.
Penghematan Unsur Kalimat
Lebih efektif penghematan kata adalah penghematan melalui struktur
kalimat. Banyak contoh pembuatan kalimat dengan pemborosan kata.
Pemakaian kata yang
sebenarnya tak perlu, diawal kalimat, misalnya:
·
“adalah
merupakan kenyataan, bahwa pencaturan politik internasional berubah-ubah setiap
zaman”. (bisa disingkat: “merupakan kenyataan, bahwa………….”)
·
“apa yang
dikatakan Wijoyo Nitisastro sudah jelas. (bisa disingkat: ” yang dikatakan
Wijoyo Nitisastro”).
Pemakaian apakah atau apa
(mungkin pengaruh bahasa daerah) yang sebenarnya bisa ditiadakan misalnya:
·
“apakah
Indonesia akan terus tergantung pada
bantuan luar negeri” (bisa disingkat: “akan terus tergantungkah Indonesia”)
·
“baik kita
lihat, apa(kah) dia dirumah atau tidak, bisa disingkat “baik kita lihat dia
dirumah atau tidak”
Pemakaian dari sepadan
dengan of (inggris) dalam hubungan milik yang sebenarnya bisa ditiadakan: juga
dari pada misalnya:
·
”dalam hal ini
pengertian dari pemerintah diperlukan” bisa disingkat:” dalam hal ini
pengertian pemerintah diperlukan”.
·
“sintaksis
adalah bagian dari pada tata bahasa”
bisa disingkat: “sintaksis adalah bagian tata bahasa”.
pemakaian untuk sepadan
dalam to (inggris) yang sebenarnya dapat ditiadakan. Misalnya:
·
“Unisoviet
cenderung untuk mengakui hak-hak India “, bisa disingkat “Unisoviet cenderung
megakui hak-hak India”.
·
“pendirian
semacam itu mudah untuk dipahami” menjadi “pendirian semacam itu mudah
dipahami”.
Catatan:
Dalam kalimat: “mereka setuju untuk tidak setuju”, kata untuk demi
kejelasan dipertahankan
pemakaian adalah sepadan dengan is atau are (inggris) tak selamanya
perlu: misalnya:”kera adalah binatang pemamah biak” bisa disingkat “kera
binatang pemamah biak”.
Catatan:
Dalam struktur kalimat lama, adalah ditiadakan, tapi kata itu
ditambahkan, misalnya dalam kalimat: “pikir itu pelita hati”. Kita bisa
memakainya meski lebih baik dihindari, misalnyakalua kita harus menerjemahkan
“man is a better driver than women“, bisa mengacaukan bila disalin:”pria itu
pengemudi yang lebih baik dari pada wanita”.
Pembunuhan akan, telah,
sedang sebagai penunjuk waktu sebenarnya bisa dihapuskan, kalau ada keterangan
waktu. Misalnya:
·
“presiden besok
akan meninjau pabrik ban Goodyear” bisa disingkat “presiden besok meninjau
pabrik”
·
“tadi telah
dikatakan………” bisa disingkat “tadi dikatakan”
·
“kini Clay
sedang sibuk mempersiapkan diri ” bisa disingkat “kini Clay mempersiapkan diri”
Pembunuhan bahwa sering
bisa ditiadakan:
misalnya:
·
“Gubernur Ali
Sadikin membantah desas desus yang mengatakan bahwa ia akan diganti”.
·
“Tidak
diragukan lagi bahwa ialah orang yang tepat” bisa disingkat “tidak diragukan ia
lah orangnya yang tepat”.
Catatan: sebagai ganti bahwa ditaruhkan koma, atau pembuka (;),
bila perlu
yang, sebagai penghubung
kata benda dengan kata sifat, kadang juga bisa ditiadakan dalam konteks kalimat
tettentu misalnya:
·
“Indinesia
harus menjadi tetangga yang baik dari Australia” bisa disingkat “Indonesia harus menjadi tetangga yang baik
Australia”
·
“kami adalah
pewaris yang sah dari kebudayaan dunia”
Pembentukan kata benda
(ke +…+ an atau pe +…+ an) yang berasal dari kata kerja kata sifat, kadang
meski tak selamanya menambah beban kalimat dengan kata yang sebenarnya tak
perlu. Misalnya:
·
“PN sedang
menderita kerugian Rp. 3 juta” bisa disingkat ” PN sedang rugi Rp. 3 juta”.
·
“ia telah tiga
kali melakukan penipuan tehadap saya” bisa disingkat ” ia telah tiga kali
menipuan tehadap saya”.
b. Kejelasan
Setelah dikemukakan 16 pasal yang merupakan pedoman dasar bagaimana
penghematan dalam menulis, dibawah ini pedoman dasar kejelasan dalam menulis.
Menulis secara jelas membutuhkan perasyarat:
1.
penulisan harus
memahami betul soal yang mau ditulisnya, bukan pura-pura paham atau belum yakin
benar akan pengetahuan sendiri.
2.
penulis harus
punya kesadaran tentang pembaca.
Kejelasan Unsur Kata
1. Berhemat dengan kata-kata asing.
Dewasa ini begitu derasnya arus istilah-istilah asing dalam pers
kita. Misalnya: income percapita, meet the press, steam-bath,midnight show,
project officer, floating mass, program-oriented, floor-price, City Hall,
upgrading, the best photo of the year,
reshuffle, approach, single, seeded.dan lain lagi. Kata-kata itu sebenarnya
bisa diterjemahkan, tapi dibiarkan begitu saja sementara diketahui bahwa
tingkat pelajaran bahasa inggris sedang merosot, bisa diperhitungkan sebentar
lagi pembaca Koran Indonesia akan terasing
dari informasi, mengingat timbulnya jarak bahasa yang kian melebar.
Apalagi jika i diingat rakyat rakyat kebanyakan memahami bahasa inggris
sepatahpun tidak.
Sebelum terlambat, ikhtiar menterjemah kata-kata asing yang
relative mudah diterjemah harus segera dimulai. Tapi sementara ini diakui
perkembangan bahasa tak berdiri sendiri melainkan di topang perkembangan sector
kebudayaan lain. Maka sulitlah kita mencari terjemah dari lunar module
feasibility study, after shafe-lotion,, drive-in, pant-sul dari perbendaharaan
kata-kata asing.
Tehnical know-how, backhand drive, smash, slow motion,
enterperneur, boom, longplay, crash program, buffet dinner, double-breast, dll.
Karena pengertian-pengertian itu tak berasal dari perbendaharaan cultural kita.
Walau ikhtiar mencari salinan Indonesia yang tepat dan enak (misalnya
bell-bottom dengan “cutbray”) tetap perlu.
2. menghindari sejauh mungkin akronim
setiap bahasa mempunyai akronim tapi agaknya sejak lima belas tahun
yang kemarin, berbahasa Indonesia bertambah gemar mempergunakan akronim, hingga
sampai hal-hal yang kurang perlu. Akronim mempunyai manfaat menyingkap ucapan
dan penulisan dengan cara dan mudah diingat. Dalam bahasa Indonesia, yang
kata-katanya bersuku, kata tunggal, dan yang rata-rata dituliskan dengan banyak
huruf, dan kecenderungan membentuk akronim lumrah “Hankam”, “Bappenas”,
“Daswati”, “Humas”, memang lebih ringkas dari “pertahanan dan keamanan”, “Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional”, “Daerah Swantara Tingkat”, dan “Hubungan
Masyarakat”
tapi kiranya akan teramat membingungkan kalau kita seenaknya saja
membikin akronim sendiri dan selalu sering, disamping itu, perlu diingat ada
yang membuat akronim untuk alat praktis dalam dinas (misalnya yang dilakukan
kalangan ketentaraan) ada yang membaut akronim untuk bergurau, mengejek, dan
mencoba lucu (misalnya dikalangan remaja sehari-hari: (ortu) untuk (orang tua),
(keruk nasi) untuk (kerukunan nasional). Tapi ada juga yang membaut akronim
atau menciptakan efek propaganda dalam permusuhan politik, misalkan: (manikebu)
untuk ( manifestasi kebudayaan), (Nikolin) untuk (neo kolonialisme), (cinkom)
untuk (cina komunis), (asu) untuk (Ali Suracman).
Bahasa jurnalistik dari sikap objektif, seharusnya menghindarkan
akronim jenis yang terakhir. Akronim bahas apojok sebaiknya juga dihindarkan
dari bahasa pemberitaan, misalnya (Djagung) untuk (jaksa agung). (Gepeng) untuk
(gerakan penghematan), (sas-sus) untuk (desas desus). Karena akronim bisa
menghamburkan pengertian kata-kata yang diakronimkan
Kejelasan unsur
kalimat
Seperti halnya dalam asas
penghematan, asas kejelasan juga lebih efektif jika dilakukan dalam struktur
kalimat. Satu-satunya untuk itu ialah dihindarkannya kalimat-kalimat majemuk
yang paling panjang kalimatnya: terlebih-lebih lagi jika kalimat majemuk itu
bercucu kalimat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar