"Saat dikelas, mengingat status kita sebagai mahasiswa bisa apa? Ilmu mahasiswa belum seberapa, mahasiswa memang terkesan tidak memiliki kemampuan apapun selain hanya mampu mengutarakan pendapat para tokoh dan mengutip penjelasan dari para ahli."
Manusia dalam kehidupannya terbiasa bangga dengan mendapat angka sempurna setelah menempuh ujian tersulit. Tak jarang juga kita dengar sebuah perkataan bahwa jangan memandang seseorang dari sisi luarnya saja, bahkan kita juga sering mendengar dan melihat sebuah berita tentang kurs mata uang yang mengalami inflasi maupun deflasi, ataupun sebuah pelajaran mengenai nilai-nilai keagamaan di dalam masyarakat. Semuanya membahas tentang nilai atau ukuran yang dijadikan sebagai tolak ukur suatu hal.
Sebuah nilai dapat memiliki arti yaang berbeda, tergantung bagaimana cara kita dalam berasumsi. Nilai mudah untuk kita dapatkan dengan cara apapun, cara simple ataupun melalui proses yang melelahkan hingga menuju kepuasan batin. Nilai juga bukan sekedar takaran angka kumulatif jika kita beranggapan semacan itu. Bisa juga sebaliknya, atau bahkan salah semuanya, apapun itu sah-sah saja jika kita berasumsi tentang beberapa opini yang saling tumpang tindih. Terkadang hadir beberapa opini yang membenarkan bahkan menyanggah tentang definisi tersebut karena tak sepaham. Adapun pada hakikatnya sebagai individu, manusia tidak dapat menciptakan dan mengendalikan nilai meskipun ia memiliki wewenang selama ia menggunakan kekuasaannya secara demokratik, berbeda halnya jika seseorang menjalankan kekuasaannya secara otoriter.
Saat dikelas, mengingat status kita sebagai mahasiswa bisa apa? Ilmu mahasiswa belum seberapa, mahasiswa memang terkesan tidak memiliki kemampuan apapun selain mengutarakan pendapat para tokoh dan mengutip penjelasan para ahli. Dosen berceramah, menghardik penulis sebagai mahasiswa untuk menelaah maknanya. Bertanya pada diri sendiri, saya bisa apa? Baca dan tulis jika mengutip iti hal termudah di dunia, tapi bisakah berfikir jika mencetuskan ide itu karya saya bukan karya orang lain. Haruskah menyebutkan nama tokoh terkemuka dengan status menurut bliau, padahal itu gagasan kita yang tak sengaja memiliki kesamaan. Apakah tidak ilmiah jika kita tuliskan gagasan kita tanpa menyebut atas nama mereka? Berkaca dan nilai diri sendiri, mahasiswa tak lepas dari buku dan pena, selain itu juga memiliki akal dan hati untuk menalar suatu hal.
Jika mereka bisa, kenapa kita mahasiswa tidak bisa? Sebagai agent of change kita harus selalu belajar tentang segala hal yang ada di dalam lingkup akademik maupun sosial. Mahasiswa memang harus selalu belajar dan belajar, tak perlu menunggu wajtu yang tepat, namun apa yang bisa kita lakukan sekarang segera dilakukan. Menunda suatu niat baik untuk menunggu waktu yang tepat hanya akan mengantarkan kita kepada regres. Kita harus memiliki tekad kuat, seandainya kita belum bertaji namun kita dapat melakukan hal yang bernilai tinggi. Bernilai tinggi tak harus dengan nilai cumlaude atau sempurna, tapi dengan merubah cara pandang kita bahwa hukum alam adalah wujud dari pengalaman belajarnya saya. Dalam arti lain bahwa setiap apa yang kita usahakan itulah yang akan kuta daparkan di kemudian hari.
Mengantisipasi adanya subyektifitas dalam pemberian nilai, mahasiawa yang kritis hendaknya sudah bersiap dan mengatur start untuk menjadi competitor and the winner. Kiat jitunya antara lain adalah memperhatikan kontrak belajar, rajin membaca referensi yang menunjang perkuliahan, kuasai materi, aktif dan kreatif di dalam kelas, tunjukkan kamu adalah, mahasiswa yang mumpuni dalam setiap mata kuliah. Hal tersebut dapat meminimalisir kecurangan dalam ranah akademik.
Kunci kita menuju sukses adalah komunikasi. Komunikasi yang baik dapat menjadi jembatan penyebrangan yang mulus antara kedua pihak yang bersangkutan. Setiap problematika pasti ada jalan keluar bagi orang yang mau berpikir dan menimangnya dengan perasaan. Hal demikian meminimalisir adanya ketidak seimbangan, dan memudarkan stigma buruk terhadap seseorang. Setiap orang tentu ingin sukses dan bangga akan kesuksesan yang ia raih. Seberapa besarkah tekad kita untuk mencapai kepuasan batin kita sendiri? Semua kembali pada pribadi masing-masing.
Selamat datang di blog saya, mohon maaf jika apa yang saya tulis di blog ini tidak begitu bermanfaat bagi Anda. Terimakasih :)
Senin, 18 Mei 2015
Mahasiswa dan Nilai
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar